TIMES MINAHASA, JAKARTA – Seperti diperkirakan sebelumnya, saat pemungutan suara di Dewan Keamanan, Kamis (18/9/2025) kemarin, Amerika Serikat sekali lagi memveto resolusi PBB yang menuntut gencatan senjata segera tanpa syarat dan permanen, pembebasan sandera dan masuknya bantuan kemanusiaan di Gaza.
Suara negatif AS itu diberikan saat Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang itu mengadakan pertemuan ke-10.000 dengan latar belakang kelaparan yang menyebar di daerah kantong yang terkepung dan serangan Israel yang sedang berlangsung untuk mengambil alih kendali penuh atas Kota Gaza.
Resolusi tersebut juga menuntut pembebasan semua sandera yang ditawan Hamas dan agar Israel mencabut semua pembatasan terhadap masuknya bantuan kemanusiaan dan memastikan bahwa bantuan tersebut didistribusikan dengan aman kepada penduduk, khususnya oleh badan-badan dan mitra PBB.
Namun Amerika Serikat memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan pada hari Kamis yang diajukan oleh 10 anggota tidak tetapnya yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza serta pembebasan segera semua sandera itu.
Tidak Mengagetkan AS
AS adalah salah satu dari lima anggota tetap Dewan yang memiliki hak veto. Alasan veto tersebut karena resolusi itu tidak mengutuk Hamas serta mengakui hak Israel membela diri.
Berbicara sebelum pemungutan suara, perwakilan Morgan Ortagus menyatakan bahwa penentangan Washington terhadap resolusi tersebut 'tidak mengejutkan AS' karena resolusi tersebut gagal mengutuk Hamas atau mengakui hak Israel untuk membela diri.
"Teks tersebut juga secara keliru melegitimasi narasi yang menguntungkan Hamas, yang sayangnya telah beredar luas di Dewan ini," ujar Morgan Ortagus.
Morgan Deann Ortagus, nama lengkapnya, adalah seorang diplomat Amerika, analis intelijen , penasihat politik, perwira angkatan laut dan mantan komentator televisi yang menjabat sebagai wakil utusan khusus presiden untuk Timur Tengah sejak 2025.
Resolusi itu, lanjut dia, juga menolak untuk mengakui dan berupaya kembali ke sistem yang gagal, yang telah memungkinkan Hamas memperkaya dan memperkuat dirinya sendiri dengan mengorbankan warga sipil yang membutuhkan.
'Pesan Jelas' Terkirim
Draf tersebut diajukan oleh 10 anggota Dewan Keamanan PBB tidak tetap yakni Aljazair, Denmark, Yunani, Guyana, Pakistan, Panama, Republik Korea, Sierra Leone, Slovenia, dan Somalia.
"Meskipun resolusi ini tidak diadopsi hari ini pada pertemuan Dewan yang ke-10.000, 14 anggota Dewan ini telah mengirimkan pesan yang jelas," kata Duta Besar Denmark, Christina Markus Lassen.
"Kami ingin melihat gencatan senjata yang segera dan berkelanjutan, pembebasan semua sandera dengan segera dan tanpa syarat, dan pencabutan segera semua pembatasan bantuan kemanusiaan. Kami akan terus mengupayakan hal ini dalam berapa pun pertemuan Dewan yang diperlukan," kata Christina Markus Lassen.
Perang di Gaza dimulai sejak 7 Oktober 2023 setelah Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya menyerang Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 250 orang, dimana 48 orang masih ditawan.
Dewan Keamanan pertama kali bertemu membahas krisis tersebut pada hari berikutnya, secara tertutup. Sejak itu, AS telah memveto empat resolusi lain yang menyerukan gencatan senjata, terakhir pada bulan Juni lalu
Lebih dari 65.000 warga Palestina dibunuh Israel sejak pertikaian itu dimulai, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Sebuah Peristiwa Penting
Korea Selatan memegang jabatan presidensi bergilir Dewan Keamanan untuk bulan September. Pada awal pertemuan, perwakilan Sangjin Kim mencatat bahwa jumlah 10.000 itu 'besar dan signifikan, seperti tantangan yang masih sedang dihadapi dalam agenda Dewan Keamanan PBB.
Ia mengatakan, bahwa 137 Negara Anggota telah bekerja di Dewan, seringkali secara bersama-sama, selama periode ini. "Marilah kita mengingat hal ini saat kita terus berupaya memenuhi mandat penting Dewan Keamanan," katanya
Dewan Keamanan adalah salah satu dari enam badan utama PBB, bersama dengan Majelis Umum, Sekretariat, Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), Dewan Perwalian, dan Mahkamah Internasional (ICJ).
Dewan Keamanan memiliki tanggung jawab utama untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta mengambil tindakan melalui resolusi dan keputusan. Dewan Keamanan juga menetapkan misi penjaga perdamaian dan bisa memberlakukan sanksi.
Lima anggota tetap, yakni China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat memiliki hak untuk memveto resolusi apa pun, dan semuanya pernah menggunakan hak itu.
Anggota tetap memang diberikan hak veto karena peran kunci mereka dalam pembentukan PBB 80 tahun yang lalu, dengan Rusia mengambil alih kursi yang dipegang oleh Uni Republik Sosialis Soviet (USSR) pada tahun 1990.
Sedangkan ke-10 anggota Dewan Keamanan PBB tidak tetap dipilih oleh Majelis Umum, yang terdiri dari seluruh 193 Negara Anggota PBB, dan bisa menjabat untuk periode dua tahun sekali. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Diveto AS, Semua Resolusi Damai di Gaza Kembali Mentah
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |